
Mukaddimah
Kajian kali ini sangat urgen sekali  untuk direnungi sekaligus diamalkan, sebab hanya dengan begitu semua amalan kita  akan dapat bernilai. Betapa tidak, bukankah ketika melakukan suatu amalan,  seorang hamba selalu berharap agar diganjar oleh Allah dan dinilai-Nya ikhlash  karena-Nya bila amalan itu baik dan bila amalan itu buruk, pastilah seorang  hamba takut ada yang mengetahuinya. Padahal semua itu pastilah diketahui oleh  Allah sebab Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Karena itu, sudah  sepantasnyalah seorang hamba merasa dirinya selalu diawasi oleh Allah sehingga  semua amalannya terjaga dan dijalankan dengan sebaik-baiknya. Ini semua,  tentunya berkat penjagaan seorang hamba terhadap Rabbnya di mana buahnya,  Rabbnya pun akan selalu menjaganya.
Naskah Hadits 
---------------------------- Huruf Arab ----------------------------
Dari Ibn ‘Abbas RA., dia berkata, “Suatu hari aku berada di  belakang Nabi SAW., lalu beliau bersabda, ‘Wahai Ghulam, sesungguhnya ku  ingin mengajarkanmu beberapa kalimat (nasehat-nasehat), ‘Jagalah Allah, pasti  Allah menjagamu, jagalah Allah, pasti kamu mendapatinya di hadapanmu, bila kamu  meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila kamu minta tolong, maka minta  tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, bahwa jikalau ada seluruh umat berkumpul  untuk memberikan suatu manfa’at bagimu, maka mereka tidak akan dapat  memberikannya kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah atasmu, dan jikalau  mereka berkumpul untuk merugikanmu (membahayakanmu) dengan sesuatu, maka mereka  tidak akan bisa melakukan itu kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah  atasmu. Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan lembaran-lembaran telah  kering.” (HR. at-Turmudzy, dia berkata, ‘Hadits Hasan Shahih’. Hadits ini  juga diriwayatkan Imam Ahmad)
Urgensi Hadits
Al-Hafizh  Ibn Rajab RAH., berkata, “Hadits ini mencakup beberapa wasiat agung dan kaidah  Kulliyyah (menyeluruh) yang termasuk perkara agama yang paling urgen.  Saking urgennya, sebagian ulama pernah berkata, ‘Aku sudah merenungi hadits ini,  ternyata ia begitu membuatku tercengang dan hampir saja aku berbuat sia-sia.  Sungguh, sangat disayangkan sekali bila buta terhadap hadits ini dan kurang  memahami maknanya.” (Lihat, Jaami’ al-‘Uluum, Jld.I, h.483)
Kosa Kata
Makna perkataannya:
Di belakang Nabi  : yakni di atas kendaraannya
Wahai Ghulam : yakni bocah yang belum  mencapai usia 10 tahun
Jagalah Allah : yakni jagalah  aturan-aturan-Nya (Hudud-Nya) dan komitmenlah terhadap segala perintahnya serta  jauhilah segala larangannya
Pena-pena (pencatat) telah diangkat dan
lembaran-lembaran telah kering : yakni takdir-takdir telah ditetapkan  dan telah dicatat di Lauh al-Mahfuuzh
Pesan-Pesan Hadits
1. Hadits di atas menunjukkan perhatian khusus Nabi SAW., terhadap  umatnya dan kerja karas beliau di dalam menumbuhkan mereka di atas ‘aqidah yang  benar dan akhlaq mulia. Di sini (dalam hadits) beliau mengajarkan si bocah ini  –yang tak lain adalah Ibn ‘Abbas- beberapa nasehat dalam untaian yang singkat  namun padat makna.
2. Di antara isi wasiat ini adalah agar menjaga Allah  Ta’ala, yaitu dengan menjaga Hudud-Nya, hak-hak, perintah-perintah dan  larangan-larangan-Nya. Menjaga hal itu dapat direalisasikan dengan melaksanakan  semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dan tidak melanggar apa yang  diperintahkan dan diizinkan-Nya dengan melakukan apa yang dilarang-Nya. Allah  Ta’ala berfirman, “Inilah yang dijanjikankepadamu, (yaitu) kepada setiap  hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua  peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha  Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang  bertaubat.” (Q.s.,Qaaf:32-33)
3. Di antara hal yang terdapat  perintah agar menjaganya secara khusus adalah shalat sebagaimana firman-Nya,  “Jagalah segala shalat(mu), dan (jagalah) shalat Wustha.”  (Q.s.,al-Baqarah:238), dan thaharah (kesucian) sebagaimana bunyi hadits  Rasulullah SAW., “Beristiqamahlah (mantaplah) sebab kamu tidak akan mampu  menghitung-hitung. Dan ketahuilah bahwa sebaik-baik pekerjaan kamu adalah shalat  sedangkan yang bisa menjaga wudlu itu hanya seorang Mukmin.” (HR.Ibn Majah).  Di antaranya juga adalah sumpah sebagaimana firman-Nya, “Dan jagalah  sumpahmu.” (Q.s., al-Maa`idah:89)
4. Di antara penjagaan yang  diberikan oleh Allah adalah penjagaan-Nya terhadapnya di dalam kehidupan dunia  dan akhirat:
a. Allah menjaganya di dunia, yaitu terhadap badannya, anaknya  dan keluarganya sebagaimana firman-Nya, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat  yang selalu mengikutinya di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas  perintah Allah.” (Q.s., ar-Ra’d:11). Ibn ‘Abbas RA., berkata, “Mereka itu  adalah para malaikat yang menjaganya atas perintahAllah. Dan bila takdir telah  tiba, mereka pun meninggalkannya.” (Dikeluarkan oleh ‘Abduurrazzaq, al-Firyaaby,  Ibn Jarir, Ibn al-Mundzir dan Ibn Abi Haatim sebagai yang disebutkan di dalam  kitab ad-Durr al-Mantsuur, Jld.IV, h.614). Allah juga menjaganya di masa  kecil, muda, kuat, lemah, sehat dan sakitnya.
b. Allah juga menjaganya  di dalam agama dan keimanannya. Dia menjaganya di dalam kehidupannya dari  syubhat-syubhat yang menyesatkan dan syahwat yang diharamkan.
c. Allah  juga menjaganya di dalam kubur dan setelah alam kubur dari kengerian dan  derita-deritanya dengan menaunginya pada hari di mana tiada naungan selain  naungan-Nya
5. Di antara penjagaan Allah lainnya terhadap hamba-Nya  adalah menganugerahinya ketenangan dan kemantapan jiwa sehingga dia selalu  berada di dalam penyertaan khusus Allah. Mengenai hal ini, Allah berfirman  ketika menyinggung tentang Musa dan Harun AS., “Janganlah kamu berdua khawatir,  sesungguhnya Aku berserta kamu berdua; Aku mendengar dan melihat.” (Q.s.,  Thaaha:46) Demikian juga dengan yang terjadi terhadap Nabi dan Abu Bakar  ash-Shiddiq saat keduanya berhijrah dan berada di gua, Rasulullah SAW.,  bersabda, “Apa katamu terhadap dua orang di mana Yang Ketiganya adalah Allah?  Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.” (HR.Bukhari,  Muslim dan at-Turmudzy)
6. Seorang Muslim wajib mengenal Allah Ta’ala,  ta’at kepada-Nya dan selalu mengadakan kontak dengan-Nya dalam semua kondisinya  sebab orang yang mengenal Allah di dalam kondisi sukanya, maka Allah akan  mengenalnya di dalam kondisi sulitnya dan saat dia berhajat kepada-Nya
7. Terkadang ada orang yang tertipu dengan kondisi kuat, fit, muda,  sehat dan kayanya namun sesungguhnya nasib orang yang demikian ini hanyalah  kerugian, kesia-siaan dan celaka
8. Seorang harus selalu antusias untuk  memperbanyak meminta pertolongan kepada Allah dan memohon kepada-Nya dalam semua  kondisi dan situasi yang dihadapinya. Hendaklah dia tidak memohon kepada  selain-Nya terhadap hal tidak ada yang mampu melakukannya selain Allah seperti  meminta kepada para wali yang shalih, orang mati dan sebagainya. Allah  berfirman, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu pula kami  meminta tolong.” (Q.s., al-Fatihah:5)
9. Sesungguhny apa-apa yang  menimpa seorang hamba di dunia, baik yang mencelakakan dirinya atau yang  menguntungkannya; semuanya itu sudah ditakdirkan atasnya. Dan tidaklah menimpa  seorang hamba kecuali takdir-takdir yang telah dicatatkan atasnya di dalam kitab  catatan amal sekalipun semua makhluk berupaya untuk melakukannya (mencelakan  dirinya atau memberikan manfa’at kepadanya). Allah berfirman, “Katakanlah,  sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh  Allah bagi kami.” (Q.s.,at-Taubah:51)
10. Bila seorang hamba telah  mengetahui bahwa tidak akan ada yang dapat menimpanya baik berupa kebaikan,  keburukan, hal yang bermanfa’at atau pun membahayakannya kecuali apa yang telah  ditakdirkan oleh Allah darinya, serta mengetahui bahwa seluruh upaya yang  dilakukan semua makhluk karena bertentangan dengan hal yang ditakdirkan tidak  akan ada gunanya sama sekali; maka ketika itulah dia akan mengetahui bahwa hanya  Allah semata Yang memberi mudlarat, Yang menjadikan sesuatu bermanfa’at, Yang  Maha Memberi atau pun Menahannya. Sebagai konsekuensi dari semua itu, seorang  hamba mestilah mentauhidkan Rabbnya dan menunggalkan-Nya dalam berbuat keta’atan  dan menjaga Hudud-Nya.
11. Seorang Muslim harus menghadapi  takdir-takdir Allah yang tidak mengenakkannya dengan penuh keridlaan dan  kesabaran agar bisa meraih pahala atas hal itu. Allah Ta’ala berfirman,  “Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan diganjari pahala mereka dengan  tanpa hisab (perhitungan).” (Q.s., az-Zumar:10). Dan dalam sebuah hadits,  Rasulullah SAW., bersabda, “Sungguh aneh kondisi seorang Mukmin; sesungguhnya  semua kondisinya adalah baik, jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur; maka  itu adalah baik baginya. Dan bila ia ditimpa hal yang tidak menguntungkannya  (kemudlaratan), ia bersabar; maka itu adalah baik (pula) baginya.”  (HR.Muslim)
12. Seorang Muslim tidak boleh dihantui keputusasaan dan  pupus harapan terhadap rahmat Allah ketika mengalami suatu problem atau musibah.  Ia harus bersabar dan mengharap pahala dari Allah atas hal itu serta  bercita-cita agar mendapatkan kemudahan (jalan keluar) sebab sesungguhnya  kemenangan itu bersama kesabaran dan bersama kesulitan itu ada kemudahan
(SUMBER: Silsilah Manaahij Dawraat al-‘Uluum asy-Syar’iyyah  –al-Hadiits- Fi`ah an-Naasyi`ah, karya Prof.Dr.Faalih bin Muhammad  ash-Shaghiir, h.104-109)
alsofwah.or.id







0 komentar:
Posting Komentar