Mekah memang tampak tenang. Penduduk bekerja seperti biasa, dan sesekali  -terutama bila menghadapi kesulitan-- datang ke Ka'bah untuk menyembah atau  menyerahkan sesaji pada arca-arca. Ada 300-an arca di sana. Hubal adalah arca  terbesar berbentuk laki-laki. Konon, patung itu terbuat dari batu akik.
Di perkampungan di luar Mekah, tiga berhala sangat didewakan. Mereka  dinamai Lat, Uzza dan Manat. Ketiganya adalah patung berwujud perempuan.  Penyembahan berhala itu bukan tidak masuk akal, namun juga tak membuat perilaku  masyarakat mengarah pada kebaikan.
Diam-diam penolakan terhadap berhala  mulai terjadi. Hal tersebut nyata ketika semua warga berkumpul di Nakhla  menghormati Uzza. Beberapa orang menyelinap pergi. Mereka adalah Waraqah bin  Naufal, Zaid bin Amr, Usman bin Huwairith serta Ubaidullah bin Jahsy. Mereka  berupaya mencari kebenaran yang dapat memuaskan dahaga rohani dan pikirannya.
Waraqah kemudian menjadi pemeluk teguh agama Nasrani. Demikian pula  Usman yang pergi ke Romawi. Suatu saat, ia kembali ke Mekah dan berusaha  menaklukkan wilayah tersebut sehingga ia diangkat menjadi Gubernur Romawi di  situ. Namun ia dibunuh warga Arab. Ubaidullah sempat masuk Islam dan ikut hijrah  ke Mesir, namun ia memutuskan tinggal di sana dan berganti agama menjadi  Kristen. Istrinya, Ummu Habiba, tetap memeluk Islam dan dinikahi Rasulullah SAW  setelah Khadijah wafat.
Muhammad telah berinteraksi dengan para pemeluk  Nasrani dan Yahudi yang juga mengesakan Sang Pencipta. Secara diam-diam ia  menggugat masyarakatnya yang menyembah berhala. Maka, Muhammad pun sering  mengasingkan diri ke Gua Hira -tempat yang sangar namun berpemandangan indah di  puncak bukit batu, 6 km di Utara Mekah. Sepanjang bulan Ramadhan, setiap tahun,  Muhammad selalu berada di sana sendirian dengan hanya membawa sedikit bekal.  Hati dan pikirannya bergolak mencari kebenaran, sampai terjadilah peristiwa itu.
Saat itu Muhammad berusia 40 tahun. Pada malam yang diyakini sebagai  tanggal 17 Ramadhan, 610 Masehi, 'seseorang' yang kemudian diketahui sebagai  Malaikat Jibril, mendatanginya di Gua Hira saat ia tertidur. Malaikat itu  mendesaknya. "Bacalah," katanya. "Aku tak bisa membaca," kata Muhammad.  "Bacalah," seru malaikat itu lagi dengan tangan seraya mencekik Muhammad. "Apa  yang akan kubaca?" tanya Muhammad pula.
Selanjutnya, Malaikat itupun  menuntunnya untuk membaca ayat-ayat yang kemudian disebut sebagai wahyu pertama  bagi Muhammad SAW. "Bacalah! Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan.  Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang  mengajarkan dengan pena. Mengajarkan manusia apa yang belum diketahuinya..."
Muhammad gemetar. Ia segera berlari menuruni gunung, pulang menjumpai  Khadijah. Khadijah pun membimbing Muhammad, menyelimutinya di pembaringan, serta  membesarkan hati suaminya dengan kata-kata.
"Wahai putra pamanku (cara  Khadijah memanggil Muhammad), bergembiralah dan tabahkan hatimu. Demi Dia  pemegang kendali hidup Khadijah, aku berharap engkau (Muhammad) akan menjadi  Nabi atas umat ini. Allah sama sekali tak akan mempetolokkanmu, sebab engkau  yang mempererat tali kekeluargaan, jujur dalam kata-kata; kau yang mau memikul  beban orang lain, menghormati tamu dan menolong mereka yang dalam kesulitan atas  jalan yang benar."
Malam itu, jarum waktu telah bergerak. Muhammad telah  ditunjuk sebagai Rasul -detik-detik yang memungkinkan kebenaran tersebar ke  seluruh jagad hingga sekarang. Juga yang membuat para pelaku keonaran dan  kemaksiatan terus memusuhi Muhammad.
sumber : www.pesantren.net
berikutnya - Awal Dakwah







0 komentar:
Posting Komentar