Bagi Teman-teman yang biasa naik gunung, bingung bagaimana tetep naik gunung tetep ibadah kepada Allah? silahkan baca ini semoga bermanfaat..
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum. Ketika mendaki gunung/eskspedisi, ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan berkaitan dengan masalah ibadah: 1. Bolehkah sholat fardhunya dijama? Sebagai catatan, di gunung biasanya selama 3 hari 2 malam, jarak gunung dengan rumah seperti Jakarta - Bogor. Kadang juga kita selalu ditimpa hujan seharian, sehingga kedinginan, sulit untuk sholat. 2. Ketika wudhu, bagian mana saja yang wajib dan yang sunah dibasuh? Bolehkah kita hanya membasuh yang wajib saja? Karena air di gunung sangat dingin sekali, atau sebaliknya, ada yang sangat panas sekali. Sehingga enggan untuk menyentuh air. 3. Selama di gunung biasanya sepatu selalu dipakai dan kita dikejar waktu untuk mencapai target. Bisakah sholat dengan menggunakan sepatu? Jika bisa, bagaimana wudhunya? 4. Bagaimana cara buang air besar/kecil ketika tidak ada air di sekitar kita dan tidak ada WC selama di gunung? 5. Bagaimana jika di gunung mengalami mimpi basah? Padahal di sana dingin sekali untuk mandi, dan kadang tidak ada lagi pakaian yang tersisa untuk ganti. Untuk sementara itu dulu. Jazakumullah khair Wassalam.
Jawaban:
Assalamu`alaikum Wr. Wb. Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d.
1. Shalat fardhu boleh dijama` bila anda dalam keadaan safar/melakukan perjalanan. Mendaki gunung termasuk salah satu bentuk perjalanan yang bisa dijadikan dasar dari menjama` shalat.
2. Dalam berwudhu, anggota badan yang wajib untuk dibasuh adalah wajah, kedua tangan hingga batas siku, mengusap (sebagian) kepala dan mencuci kaki hingga batas mata kaki. Masing-masing wajib dibasuh/diusap sekali saja. Kalau dua atau tiga kali sifat hanya sunnah. Namun bila kondisinya sangat dingin dan khawatir menyebabkan penyakit, maka anda boleh melakukan tayammum. Yaitu dengan menyapu wajah dan tangan dengan tanah/debu sebagai ganti dari wudhu`.
3. Seorang yang shalat boleh dalam kondisi sedang mengenakan sepatu, maksudnya pakai sepatunya sebelum shalat, bukan saat sedang shalat. Jadi waktu sedang shalat, sepatunya dalam keadaan terpakai. Sedangkan wudhu`nya, anda cukup mengusap bagian atas sepatu itu dengan air, tanpa membuka sepatunya. Praktek ini dikenal dalam fiqoh dengan istilah al-Mashu Alal Khuffain, yaitu membasuh khuf (sepatu) sebagai ganti mencuci kaki dalam wudhu`. Dalilnya adalah bahwa ketika Rasulullah SAW berwudhu`, salah seorang shahabat mengambilkan air wudhu’ untuknya, ketika giliran mencuci kaki dan sepatu masih dikenakan, beliau mengatakan, ”Biarkan kakiku itu (tidak perlu dilepas sepatunya). Karena ketika aku mengenakan sepatu, kakiku dalam keadaan suci (dalam keadaan wudhu`). Praktek seperti ini memang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dahulu. Dan menjadi bagian dalam tata aturan berwudhu` terutama bila dalam keadaan udara yang sangat dingin. Sebagian ulama ada membolehkannya hanya pada saat safar (bepergian). Namun yang benar adalah baik dalam keadaan safar atau tidak, bisa diberlakukan. Caranya sama dengan wudhu` biasa kecuali hanya pada ketika hendak mencuci kaki, maka tidak perlu mencopot sepatu, tapi cukup membasuh bagian atas sepatu dari bagian depat terus ke belakang sebagai ganti dari cuci kaki. Sepatu tetap dalam keadaan dipakai dan tidak dilepas. Untuk dibolehkannya tidak mencuci kaki dalam wudhu` dan hanya mengusap bagian atas dari sepatu, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi :
- Sebelumnya harus sudah berwudhu` dengan sempurna. Setelah itu bila batal wudhu`nya, maka ketika berwudhu` lagi, tidak perlu mencuci kaki tapi hanya mengusapkan air ke bagian atas sepatu.
- Sepatu yang digunakan haruslah yang menutupi hingga mata kaki dan bukan terbuat dari bahan yang tipis tembus air. Juga tidak boleh ada bagian yang bolong/robek.
- Untuk musafir, boleh melakukan seperti itu selama masa waktu tiga hari. Sedangkan buat yang tidak musafir, masa berlakunya hanya sehari dan semalam.
- Semua itu selama dia tidak mencopot sepatunya. Adapun bila dalam masa itu dia mencopotnya, maka batallah masa berlakunya baik yang sehari semalam atau tiga hari.
- Semua yang membatalkan wudhu` otomatis membatalkan wudhu` dengan mengusap pada sepatu.
Kalau anda bertanya bagaimana cara buang airnya, ya terserah anda maunya bagaimana. Tapi kalau bertanya bagaimana istinja` (cebok) nya, maka dalam fiqih dikenal istilah Istijmar, yaitu beristinja` bukan dengan air tapi dengan benda-benda padat lainnya seperti batu, kayu dan lain-lainnya. Praktek aslinya dahulu di masa Rasulullah SAW lebih banyak menggunakan batu. Yaitu tiga buah batu yang berbeda yang digunakan untuk membersihkan bekas-bekas yang menempel saat buang air. Dasarnya adalah hadits Rasulullah SAW: Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang beristijmar (bersuci dengan batu) maka hendaklah berwitir (menggunakan batu sebanyak bilangan ganjil). Siapa yang melaksanakannya maka dia telah berbuat ihsan dan siapa yang tidak melakukannya tidak ada masalah.” HR. Abu Daud, Ibju Majah, Ahmad, Baihaqi dan Ibnu Hibban.
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bila seorang kamu datang ke WC maka bawalah tiga buah batu, karena itu sudah cukup untuk menggantikannya”. HR. Abu Daud, Baihaqi dan Syafi`i. “Janganlah salah seorang kamu beristinja` kecuali dengan tiga buah batu”. HR. Muslim Tentang ketentuan apakah memang mutlak harus tiga batu atau tidak, para ulama sedirkit berbeda pendapat.
- Pertama, kelompok Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah mengatakan bahwa jumlah tiga batu itu bukan kewajiban tetapi hanya mustahab (sunnah). Dan bila tidak sampai tiga kali sudah bersih maka sudah cuukp.
- Sedangkan kelompok Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah mengatakan wajib tiga kali dan harus suci/bersih. Bila tiga kali masih belum bersih, maka harus diteruskan menjadi empat, lima dan seterusnya.
- Sedangkan selain batu, yang bisa digunakan adalah semua benda yang memang memenuhi ketentuan dan tidak keluar dari batas yang disebutkan:
a. Benda itu bisa untuk membersihkan bekas najis.
b. Benda itu tidak kasar seperti batu bata dan juga tidak licin seperti batu akik, karena tujuannya agar bisa menghilangkan najis.
c. Benda itu bukan sesuatu yang bernilai atau terhormat seperti emas, perak atau permata. Juga termasuk tidak boleh menggunakan sutera atau bahan pakaian tertentu, karena tindakan itu merupakan pemborosan.
d. Bendai itu bukan sesuatu yang bisa mengotori seperti arang, abu, debu atau pasir.
e. Benda itu tidak melukai manusia seperti potongan kaca beling, kawat, logam yang tajam, paku.
f. Jumhur ulama mensyaratkan harus benda yang padat bukan benda cair. Namun ulama Al-Hanafiyah membolehkan dengan benda cair lainnya selain air seperti air mawar atau cuka.
g. Benda itu harus suci, sehingga beristijmar dengan menggunakan tahi/ kotoran binatang tidak diperkenankan. Tidak boleh juga menggunakan tulang, makanan atau roti, kerena merupakan penghinaan.
5. Sebaiknya kalau lagi digunung anda tidak usah mimpi basah dulu, karena bikin repot. Namun anda akan menjawab, "Gimana donk pak ustaz, namanya juga mimpi indah, itukan rejeki. Kita nggak minta kok, tapi Allah memberi mimpi indah.” Kalau begitu, dalam kondisi yang memang sangat dingin sehingga untuk menyentuh air pun anda akan 'mati beku', maka sekali lagi tayammum bisa menjadi andalan. Karena tayammum itu bukan hanya mengangkat hadats kecil saja tetapi juga sekaligus hadats besar. Jadi anda tidak perlu mandi basah digunung yang nantinya hanya akan membuat anda jadi sakit. Cukup dengan berguling-guling di tanah agar semua tanah belepotan di sekujur tunuh anda? Tentu tidak, tapi cukup dengan tayammum saja, yaitu mengusap wajah dan tangan dengan tanah/debu. Cukup itu dan tidak perlu anda lakukan qiiyas pribadi sebagaimana dahulu seoang shahabat Rasulullah SAW melakukannya. Lalu oleh Rasulullah SAW, shahabat itu ditegur dan diberitahu bahwa tayammum bisa mengangkat hadats besar disamping hadats kecil. Ya, berguling-gulng di atas tanah sebagai ganti mandi dengan air sebenarnya ide yang cukup kreatif tapi kurang petunjuk.
Jadi dengan anda bertanya kepada kami, alhamdulillah anda bisa tahu lebih banyak dari detail ajaran Islam ini. Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
http://www.syariahonline.com
0 komentar:
Posting Komentar